Einstein: Newton forgive me….
Itu kata-kata Einstein saat teori
yang dihasilkannya ternyata berhasil menggulingkan teori Isaac Newton, seorang
fisikawan legendaris, yang teorinya dipercaya oleh dunia sebelum munculnya
teori Einstein yang mengobrak-abrik semuanya. Albert Einstein membuat heboh
dengan Teori Relativitas Khusus (The Special Theory of Relativity) yang
ditelorkannya pada tahun 1905. Sebentar lagi, teori yang pernah mengagetkan
dunia ini akan merayakan ulang tahunnya yang ke-100! Perayaan seabadnya (Centenary) teori si jenius Albert Einstein ini bisa
dilihat dari ramainya majalah-majalah ilmiah yang mulai membahas kembali teori
yang sudah mengguncang dunia selama seratus tahun ini. Tahun 2005
bahkan dicanangkan sebagai The World Year of Physics untuk mengenang kebesaran
Einstein. Apa sih istimewanya teori ini?
Koq seluruh dunia begitu heboh merayakan kelahirannya ini? Yuk, kita ikut dalam
gosip seru tentang apa yang menjadi dasar lahirnya teori ini...
Seorang ahli
matematika dari Perancis, Jules Henri Poincaré, pernah mengajukan perumpamaan
berikut. Di suatu malam, kita sedang asyik tidur dengan lelap di tempat tidur
kita yang nyaman. Tiba-tiba seluruh jagad raya mengembang sehingga ukurannya
menjadi seribu kali lebih besar dari ukuran semula. Seluruh jagad raya ini
maksudnya semua benda di bumi dan di luar bumi, mulai dari benda-benda mati
sampai semua jenis makhluk hidup, termasuk kita sendiri yang sedang lelap
tertidur. Karena kita sedang asyik bermimpi, kita tidak menyadari kejadian ini.
Sewaktu kita terbangun di pagi harinya, apa kita bisa merasakan bahwa semuanya
sudah menjadi lebih besar? Apa kita bisa merasakan perbedaannya? Kalaupun kita
diberi tahu bahwa ada kejadian menghebohkan tersebut saat kita tertidur, apakah
ada yang bisa membuktikannya? Pasti kita tidak merasakan perbedaan apa pun
walaupun seluruh jagad raya kini sudah berubah ukurannya. Ini karena semuanya
ikut berubah sehingga tidak ada satu pun yang bisa dijadikan patokan untuk
mengukur terjadinya perubahan tersebut. Karena itu, kita juga tidak mungkin
bisa membuktikan bahwa seluruh jagad raya ini kini telah menjadi seribu kali
lebih besar. Semua terlihat sama. Lain halnya jika hanya tubuh kita yang
tiba-tiba menciut menjadi sangat kecil (ingat film fiksi Honey, I Shrunk the
Kids!), sedangkan seluruh jagad raya tetap pada ukurannya semula. Tidak ada
satu pun yang berubah ukuran kecuali tubuh kita sendiri. Wah, sudah pasti kita
langsung panik karena kita bisa langsung merasakan perbedaan itu. Kita langsung
tahu apa yang terjadi karena kita bisa melihat bahwa sekeliling kita tiba-tiba
tampak seperti raksasa. Baju yang kita pakai tiba-tiba kedodoran, dan cincin
yang biasa melingkar manis di jari kita tiba-tiba tampak seperti lingkaran
raksasa yang berat dan menyeramkan karena hampir jatuh menimpa tubuh kerdil
kita itu. Tetapi, apakah itu berarti bahwa tubuh kita yang mengecil, atau
sekeliling kita yang tiba-tiba membesar? Hmm... bingung juga ya!
Bagaimana cara kita menentukan mana
yang besar dan mana yang kecil? Apakah planet bumi yang kita tempati ini bisa
disebut berukuran besar? Kalau dibandingkan dengan ukuran bola basket yang
biasa kita mainkan di sekolah, tentu saja planet bumi ini tampak seperti bola
raksasa yang sangat besar! Tetapi kalau
kita bandingkan dengan matahari, planet bumi ini termasuk kecil! Jadi, yang
mana yang benar? Besar atau kecil? Tidak ada yang benar, dan tidak ada yang
salah! Itulah letak permasalahannya. Ukuran tidak bisa dinyatakan secara
absolut. Untuk mengukur sesuatu kita perlu sesuatu yang lain sebagai
perbandingannya. Ini berarti bahwa ukuran (orang fisika lebih senang
menyebutnya sebagai: Length) selalu bersifat relatif, tidak ada yang mutlak
berukuran besar ataupun kecil.
Sekarang kita coba lihat kasus lain.
Masih ingat cerita si Kancil yang gesit dan lincah? Kancil bisa berlari
sangat cepat. Tunggu dulu! Apa benar kancil itu cepat? Kalau dibandingkan
dengan siput, sudah pasti si kancil terlihat sangat cepat. Kalau dibandingkan
dengan juara olimpiade pun kancil masih terlihat sangat cepat. Tetapi kalau
kita bandingkan dengan pesawat terbang, tentu saja si kancil jadi terlihat
begitu lambat. Apa ini berarti pesawat terbang itulah yang cepat? Tidak juga!
Kalau kita lihat roket yang meluncur ke luar angkasa, kita bisa langsung tahu
bahwa roket itu jauh lebih cepat dari pesawat terbang biasa. Ini berarti,
kecepatan pun merupakan sesuatu yang relatif. Kita juga bisa membuktikan ini
saat kita sedang mengantar saudara kita yang akan pergi ke luar kota naik
kereta api cepat. Sewaktu kereta mulai meluncur, kita melihat saudara kita itu
melesat dengan cepat. Tetapi di dalam kereta itu sendiri, orang yang duduk di
sebelah saudara kita itu melihat bahwa saudara kita itu duduk diam dan tenang
di sebelahnya. Jadi, bagi kita yang sedang berada di luar kereta yang sedang
meluncur itu, saudara kita memang terlihat bergerak dengan cepat. Tetapi bagi
semuanya yang ada di dalam kereta, ia terlihat sedang diam. Jadi, waktu (Time)
tidak mempunyai nilai absolut, sama seperti ruang (Space). Semuanya harus
selalu dibandingkan dengan sesuatu yang bisa dijadikan patokan. Misteri inilah
yang diutak-atik oleh otak jenius Einstein sehingga melahirkan teori
relativitasnya yang terkenal itu. Semua hal yang tampak sebagai
sesuatu yang absolut ternyata merupakan sesuatu yang relatif.
Ada dua
postulat dalam teori relativitas khusus ini. Yang pertama menyatakan bahwa
semua hukum fisika yang berlaku di bumi, berlaku juga di seluruh jagad raya.
Yang kedua menyatakan bahwa kecepatan cahaya di ruang hampa selalu konstan
(sekitar tiga ratus juta meter per detik, atau sering ditulis dalam bentuk
kerennya: 3.108 meter per detik). Postulat yang kedua ini
menunjukkan bahwa bagaimanapun cara kita mengukurnya, kecepatan cahaya tidak
pernah berubah. Apa pun patokan yang kita gunakan untuk mengukur kecepatan
cahaya, di mana pun posisi kita saat mengukur, dan berapa pun kecepatan kita
(apakah kita sedang bergerak atau sedang duduk diam) saat mengukur, kecepatan
cahaya selalu konstan. Ini menunjukkan bahwa kecepatan cahaya merupakan
satu-satunya yang bersifat absolut. Postulat yang
pertama pun menyatakan bahwa kondisi ini selalu berlaku di mana pun juga. Ini
berarti, jika kita mengukur kecepatan cahaya di galaksi lain, kita tetap
mendapatkan hasil yang sama, yaitu tiga ratus juta meter per detik!
Postulat-postulat Einstein ini
ternyata memberi dampak besar bagi dunia. Ia pernah mencoba menjelaskan efek
yang dihasilkan dari teorinya ini dalam perumpamaan berikut. Misalnya ada sebuah kereta yang sedang meluncur cepat. Si A sedang duduk
dengan tenang dalam salah satu gerbong kereta itu. Si B sedang berdiri diam di
luar kereta dan mengamati kereta yang meluncur di depannya itu. Sewaktu gerbong
kereta yang dinaiki si A meluncur tepat di depannya, tiba-tiba ada kilat
menyambar di dua tempat yang berbeda. Kilat pertama menyambar 100 meter di
sebelah kanan B, sedangkan kilat yang satunya lagi menyambar 100 meter di
sebelah kiri B. Saat kedua kilat menyambar, posisi A tepat di depan B. Karena
si B sedang berdiri diam di luar kereta yang sedang meluncur, si B melihat
kedua kilat itu menyambar pada saat yang bersamaan. Tetapi lain halnya dengan
si A. Si A yang sedang berada di dalam kereta yang meluncur cepat (ke arah
kanan si B) melihat kedua kilat menyambar satu per satu. Kilat yang pertama
terlihat lebih dulu, beberapa saat kemudian baru kilat yang kedua terlihat oleh
A. Padahal jarak A terhadap kilat pertama dan kedua sama dengan jarak B
terhadap kedua kilat itu. Perbedaan ini disebabkan bedanya kerangka acuan A dan
B (frame of reference). Si A sedang
‘meluncur’, sedangkan si B sedang berdiri ‘diam’. Karena si A sedang bergerak
menuju kilat yang pertama, tentu saja kilat yang pertama itu terlihat lebih
dulu. A bergerak menjauhi kilat yang kedua, sehingga kilat yang kedua tampak
menyambar sesudah kilat yang pertama. Bagi si B yang sedang diam dan tidak
mendekati maupun menjauhi kedua kilat itu, keduanya tampak menyambar pada waktu
yang bersamaan. Yang mana yang benar? Keduanya benar! Tidak ada yang salah.
Karena itulah ini dinamakan relativitas. Semua bergantung pada kerangka acuan
yang digunakan. Dan apa pun kerangka acuannya, hukum-hukum fisika yang sama
selalu berlaku (postulat 1). Sekarang jika si A dan si B sama-sama diminta
untuk menghitung kecepatan cahaya, apa hasilnya akan berbeda? Tidak! Walaupun
si A sedang bergerak dan si B sedang diam, keduanya akan mendapati bahwa
kecepatan cahaya tetap tiga ratus juta meter per detik.
Ada konsekuensi
dari teori relativitas ini. Yang paling terkenal adalah mulurnya waktu dan
kontraksi panjang. Mulurnya waktu, atau bahasa kerennya Time Dilation, ini
maksudnya bahwa jika suatu jam bergerak dengan kecepatan tertentu, waktunya
akan memuai (mulur). Misalnya ada seorang astronot yang membawa jam tangannya
saat menjalankan misi ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa yang membawanya
meluncur sangat cepat. Jika kita, yang berada di bumi, punya teropong yang
sangat sensitif dan bisa melihat ke dalam pesawat yang sedang meluncur cepat
itu, kita bisa menggunakan teropong itu untuk mengintip jam tangan si astronot.
Sebelum si astronot berangkat kita sudah menyesuaikan jam tangan itu dengan jam
tangan yang kita gunakan di bumi. Aneh, di jam tangan si astronot yang sedang
meluncur di luar angkasa itu koq lebih lambat dibanding jam tangan kita di
bumi? Padahal sebelum ia berangkat kedua jam sudah dicocokkan dan si astronot
tidak mengubahnya sama sekali sejak keberangkatannya itu. Jarum detiknya tampak
bergerak lebih lambat dibanding jarum detik di jam tangan kita. Inilah yang
disebut dengan waktu yang mulur saat bergerak pada kecepatan tinggi. Semakin
besar kecepatan gerak suatu benda atau partikel, waktu akan berjalan semakin
lambat bagi benda atau partikel tersebut! Tentu saja hal ini tidak dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot,
jam tangannya tidak berubah kecepatannya, yang berubah justru kecepatan jam
tangan kita di bumi yang tampak bergerak lebih cepat. Hal ini disebabkan segala
sesuatu di dalam pesawat astronot bergerak lambat termasuk proses metabolisma
tubuh, getaran atom dan sebagainya.
Kontraksi panjang juga berkaitan
dengan perbedaan kecepatan. Misalnya si astronot agak lelah, lalu mulai
berbaring di tempat tidur yang sudah disediakan di pesawat luar angkasanya.
Dengan teropong yang sama, kita bisa mengintip si astronot yang tidur berbaring
itu. Aneh, sewaktu berbaring koq si astronot tampak lebih pendek? Sewaktu ia masih di bumi dan pesawatnya belum berangkat, ia tampak tinggi.
Lebih aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan kembali
berdiri, tiba-tiba ia kelihatan tinggi seperti biasa. Tetapi ia juga kelihatan
lebih kurus saat berdiri! Ada apa ini? Apa ia menyusut sewaktu sedang tidur?
Tentu tidak! Karena ia sedang berada dalam pesawat yang meluncur cepat,
saat ia tidur kita melihat panjang tubuhnya menciut (terjadi kontraksi
panjang). Saat ia berdiri, kita melihat lebar tubuhnya menciut (juga merupakan
kontraksi panjang). Ia sendiri tidak merasakan perubahan apa-apa di dalam
pesawat. Nah, inilah serunya teori relativitas!
Tunggu dulu!
Ada yang lebih seru lagi dari ini. The Twin Paradox. Apa itu? Misalnya
kita pergi ke ruang angkasa menggunakan pesawat yang meluncur sangat cepat
menjauhi bumi, dan kemudian kembali lagi ke bumi sepuluh tahun setelah pesawat
lepas landas. Bagi kita yang berada di pesawat itu, kita hanya pergi selama
satu tahun saja (karena adanya time dilation)! Jika kita punya saudara kembar yang menunggu kita di bumi, kita bisa
melihat sendiri bahwa saat kita mendarat, kembaran kita (yang lahirnya
bersamaan dengan kita) sudah 9 tahun lebih tua dari kita! Ini adalah salah satu
akibat dari dilatasi waktu. Aneh tapi nyata!
Teori relativitas
khusus ini telah banyak digunakan oleh para fisikawan dalam menelorkan
karya-karya hebatnya. Sudah banyak bukti-bukti yang menunjukkan kebenarannya.
Inilah hebatnya Einstein! Ia menelorkan teori tersebut murni dari hasil
pemikiran otaknya saja, tanpa ada bantuan dari siapapun. Ia tidak pernah
berdiskusi dengan siapapun dan tidak pernah menjalankan percobaan apapun untuk
mendukung teori ini. Tetapi ternyata teori ini justru terbukti benar saat
beberapa fisikawan mencobanya dalam berbagai eksperimen. Teori Einstein yang
menelorkan konsep kecepatan cahaya inipun membuat heboh dunia karena
bertentangan dengan teori Newton. Menurut Newton, jika sebuah benda yang sedang
bergerak akan terus bergerak pada kecepatan sama jika tidak ada gaya lain yang
mempengaruhinya. Jika kita memberikan gaya tambahan (secara terus-menerus) pada
benda yang bergerak itu, maka gerakannya akan terus dipercepat. Ini berarti
kecepatannya terus bertambah sampai pada kecepatan tak hingga, asalkan kita
terus memberikan gaya yang dibutuhkan untuk mempercepat benda itu. Einstein
langsung menyatakan: “Newton, forgive me…” karena menurut Einstein ini tidak
mungkin terjadi! Semakin besar kecepatan yang
diinginkan semakin besar pula gaya yang harus diberikan. Untuk mencapai
kecepatan cahaya, kita harus memberikan energi dalam jumlah yang tak hingga
(infinite). Hal ini tidak mungkin bisa dilakukan karena energi hanya ada dalam
jumlah tertentu (finite) sebagai akibat dari Hukum Kekekalan Energi (energi
tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan). Jumlah energi yang tersedia tidak
pernah bertambah sehingga kecepatan cahaya tidak mungkin bisa dicapai.
Disamping Teori Relativitas Khusus,
Einstein juga mengembangkan Teori Relativitas Umum (The General Theory of
Relativity). Dalam teori ini Einstein memperhitungkan pengaruh gravitasi pada
cahaya. Einstein menunjukkan bahwa lintasan cahaya akan mengalami pembelokan
ketika berada dekat dengan benda-benda luar angkasa yang besar-besar itu.
Tahu nggak, teori ini berhasil lolos ujian yang amat sulit, yaitu ketika
menentukan gerakan presesi dari perihelion orbit planet Merkuri. Kemudian
pada tahun 1919 ketika terjadi gerhana matahari total di teluk Guinea, Afrika
sekelompok ilmuwan Inggris berusaha membuktikan adanya pembelokan cahaya
bintang ketika berada dekat sekali dengan matahari seperti yang diramalkan oleh
Teori Relativitas Umum Einstein. Para astronomer memfoto berbagai posisi suatu
bintang tertentu ke arah matahari dan kemudian mengulangi 6 bulan kemudian.
Ternyata ramalan Einstein benar! Saat itu Einstein menjadi sangat terkenal.
(***)

0 comments:
Post a Comment